Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer [1925-2006]. Pengarang
prosa Indonesia paling terkemuka, kandidat pemenang Hadiah Nobel Sastra. Ia
dilahirkan di Blora, Jawa Tengah, 6 Februari 1925, sebagai anak
sulung dalam keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru, sedangkan ibunya
berdagang nasi. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer,
sebagaimana yang tertulis dalam koleksi cerita pendek semi-otobiografinya yang
berjudul Cerita Dari Blora. Karena nama keluarga Mastoer (nama ayahnya)
dirasakan terlalu aristokratik, ia menghilangkan awalan Jawa "Mas"
dari nama tersebut dan menggunakan "Toer" sebagai nama keluarganya.
Pramoedya menempuh pendidikan pada Sekolah Kejuruan Radio di Surabaya,
dan kemudian bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta
selama pendudukan Jepang di Indonesia.
Ia kemudian berproses dan meraih sukses di Jakarta.
Sebelum saat wafatnya, ia menetap di Bojong, Bogor.
Ia
menulis novel, cerpen, esai, biografi, serta menerjemahkan sejumlah karya
sastra dunia ke bahasa Indonesia. Pramoedya merupakan sastrawan Indonesia
paling dikenal di dunia internasional dan dianggap salah seorang penulis
poskolonial yang patut diperhitungkan, terutama melalui tetralogi novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak
Langkah, dan Rumah Kaca (1980-1987)
yang mula-mula ditulisnya dalam pembuangan di Pulau Buru pada masa kekuasaan
rezim kuasi-militer Soeharto. Tetralogi itu menceritakan proses kebangkitan
nasionalisme Indonesia yang dijalin dengan sebuah kisah cinta antar-ras yang
berakhir tak bahagia dengan mengambil model seorang tokoh pergerakan yang
dilupakan dalam sejarah, Tirto Adhi Suryo.
Bersama
sejumlah intelektual kiri lainnya, Pramoedya diasingkan ke Pulau Buru dan
dipenjarakan selama 14 tahun (1965-1979) tanpa proses pengadilan menyusul apa
yang disebut-sebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang gagal
pada akhir 1965. Militer juga menyita rumahnya serta membakar koleksi buku daan
delapan manuskripnya yang belum diterbitkan. Sejumlah cendekiawan Barat menulis
bahwa pemberontakan itu sebetulnya merupakan persaingan antar fraksi di tubuh
militer. Ratusan ribu (bahkan ada yang menyebut angka jutaan) simpatisan
komunis dan orang-orang tak bersalah di berbagai daerah di Indonesia mengalami
penyiksaan, pembunuhan, dan pemenjaraan setelah peristiwa itu. Bahkan hingga
kini mereka masih kehilangan hak-hak sipilnya.
Karya-karya
Pramoedya yang seluruhnya berjumlah sekitar 60-an buku telah diterjemahkan ke
dalam sekitar 40 bahasa di seluruh dunia, termasuk bahasa Yunani, Rusia,
Swedia, Spanyol, Vietnam, dan Ceko, tetapi ironisnya banyak di antaranya justru
dilarang beredar di negeri sendiri. Pengalaman buruknya selama menjadi tahanan
politik dituangkan dalam dua jilid autobiografi, Nyanyi Sunyi Seorang Bisu (1995 –diterjemahkan ke bahasa Inggris
sebagai Mute’s Soliloquy, 1999).
Penghargaan internasional yang pernah diterimanya antara lain Hadiah Wertheim
dari Belanda, Hadiah Magsaysay (Filipina, 1995), Hadiah Fukuoka (Jepang, 2000),
Le Chevalier de l’Odre des Arts et des Letters (Prancis, 2000), dan penghargaan
kebebasan berekspresi Uni Penulis Norwegia (2004). Ia juga banyak menerjemahkan
karya sastra dunia, antara lain Tikus dan
Manusia (Novel John Steinback, 1950, diterbitkan ulang 2003), Kembali pada Cinta Kasihmu (novel Leo
Tolstoy, 1950, diterbitkan kembali 2003), Perjalanan
Ziarah yang Aneh (novel Leo Tolstoy, 1954), Kisah Seorang Prajurit Sovyet (novel Mikhail Sholokov, 1954), Ibunda (novel Maxim Gorky, 1956,
diterbitkan kembali 2000), Asmara dari
Rusia (novel Alexander Kuprin, 1959), dan Manusia Sejati (novel Boris Polewoi, 1959). Pramoedya wafat di
Jakarta dalam usia 81 tahun pada 2006 dengan meninggalkan sebuah karya yang tak
selesai, Ensiklopedi Kawanan Indonesia.
Menanggapi wafatnya Pramoedya, novelis terkemuka Inggris asal Pakistan yang
juga editor jurnal New Left Review, Tariq
Ali, menulis dalam Counter Punch, 2
Mei 2006, “Kematian Pramoedya Ananta Toer di Jakarta, 30 April 2006, adalah
kehilangan besar bagi kesusastraan dunia. Dialah intelektual Indonesia
terkemuka, sekaligus penulis fiksi yang jenius. . .”
Di
antara beberapa penghargaan yang pernah diraih Pram adalah:
- Freedom
to Write Award dari PEN American Center, AS, 1988
- Penghargaan
dari The Fund for Free Expression, New York, AS, 1989
- Wertheim
Award,
"for his meritorious services to the struggle for emancipation of
Indonesian people", dari The Wertheim Fondation, Leiden, Belanda,
1995
- Ramon
Magsaysay Award, "for Journalism,
Literature, and Creative Arts, in recognation of his illuminating with
briliant stories the historical awakening, and modern experience of
Indonesian people", dari Ramon Magsaysay Award Foundation,
Manila, Filipina, 1995
- UNESCO
Madanjeet Singh Prize, "in recognition of his
outstanding contribution to the promotion of tolerance and non-violence"
dari UNESCO, Perancis, 1996
- Doctor
of Humane Letters, "in recognition of his
remarkable imagination and distinguished literary contributions, his
example to all who oppose tyranny, and his highly principled struggle for
intellectual freedom" dari Universitas Michigan, Madison, AS,
1999
- Chancellor's
distinguished Honor Award, "for his outstanding
literary archievements and for his contributions to ethnic tolerance and
global understanding", dari Universitas California, Berkeley, AS,
1999
- Chevalier
de l'Ordre des Arts et des Letters, dari Le
Ministre de la Culture et de la Communication Republique, Paris, Perancis,
1999
- New
York Foundation for the Arts Award, New York,
AS, 2000
- Fukuoka
Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia Fukuoka),
Jepang, 2000
- The
Norwegian Authors Union, 2004
- Centenario
Pablo Neruda, Chili, 2004
- Anggota
Nederland Center, ketika masih
di Pulau
Buru, 1978
- Anggota
kehormatan seumur hidup dari International
PEN Australia Center, 1982
- Anggota
kehormatan PEN Center, Swedia,
1982
- Anggota
kehormatan PEN American Center,
AS, 1987
- Deutschsweizeriches
PEN member, Zentrum, Swiss, 1988
- International
PEN English Center Award, Inggris, 1992
- International
PEN Award Association of Writers Zentrum Deutschland,
Jerman, 1999
Di antara karya-karyanya adalah:
- Sepoeloeh Kepala
Nica
(1946), hilang
di tangan penerbit Balingka, Pasar Baru, Jakarta,
1947
- Kranji–Bekasi Jatuh (1947), fragmen
dari Di Tepi Kali Bekasi
- Perburuan (1950), pemenang
sayembara Balai Pustaka, Jakarta, 1949 (dicekal oleh
pemerintah karena muatan komunisme)
- Keluarga Gerilya
(1950)
- Subuh (1951), kumpulan 3
cerpen
- Percikan Revolusi
(1951), kumpulan cerpen
- Mereka yang
Dilumpuhkan (I & II) (1951)
- Bukan Pasarmalam
(1951)
- Di Tepi Kali Bekasi
(1951), dari sisa naskah yang dirampas Marinir Belanda pada 22 Juli 1947
- Dia yang Menyerah
(1951), kemudian dicetak ulang dalam kumpulan cerpen
- Cerita dari Blora (1952), pemenang
karya sastra terbaik dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional, Jakarta,
1953
- Gulat di Jakarta (1953)
- Midah Si
Manis Bergigi Emas (1954)
- Korupsi
(1954)
- Mari Mengarang (1954), tak jelas
nasibnya di tangan penerbit
- Cerita Dari Jakarta (1957)
- Cerita Calon Arang
(1957)
- Sekali
Peristiwa di Banten Selatan (1958)
- Panggil Aku
Kartini Saja (I & II, 1963; bagian III
dan IV dibakar Angkatan
Darat pada 13 Oktober 1965
- Kumpulan Karya
Kartini, yang pernah diumumkan di berbagai media;
dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Wanita Sebelum
Kartini; dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Gadis Pantai (1962-65) dalam bentuk
cerita bersambung, bagian pertama triologi tentang keluarga Pramoedya;
terbit sebagai buku, 1987; dilarang Jaksa
Agung; jilid kedua dan ketiga dibakar Angkatan Darat pada 13 Oktober
1965
- Sejarah
Bahasa Indonesia. Satu Percobaan (1964); dibakar
Angkatan Darat pada 13 Oktober 1965
- Realisme
Sosialis dan Sastra Indonesia (1963)
- Lentera (1965), tak jelas
nasibnya di tangan penerbit
- Bumi
Manusia (1980); dilarang Jaksa Agung, 1981
- Anak Semua Bangsa (1981);
dilarang Jaksa Agung, 1981
- Sikap
dan Peran Intelektual di Dunia Ketiga (1981)
- Tempo Doeloe (1982), antologi
sastra pra-Indonesia
- Jejak Langkah (1985); dilarang
Jaksa Agung, 1985
- Sang Pemula
(1985); dilarang Jaksa Agung, 1985
- Hikayat Siti Mariah,
(ed.) Hadji Moekti, (1987); dilarang
Jaksa Agung, 1987
- Rumah
Kaca
(1988);
dilarang Jaksa Agung, 1988
- Memoar Oei Tjoe Tat,
(ed.) Oei Tjoe Tat, (1995); dilarang
Jaksa Agung, 1995
- Nyanyi Sunyi
Seorang Bisu I (1995); dilarang Jaksa Agung, 1995
- Arus
Balik (1995)
- Nyanyi Sunyi
Seorang Bisu II (1997)
- Arok
Dedes (1999)
- Mangir (2000)
- Larasati
(2000)
- Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005)
Bebarapa
penulis lain pun banyak mengangkat profil dan pemikiran-pemikirannya, serta
mengabadikannya dalam sebuah buku, di antaranya:
- Pramoedya
Ananta Toer dan Karja Seninja, oleh Bahrum Rangkuti
(Penerbit Gunung Agung)
- Citra
Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer,
oleh A. Teeuw (Pustaka Jaya)
- Pramoedya
Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, oleh Eka
Kurniawan (Gramedia Pustaka Utama)
- Membaca
Katrologi Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer,
oleh Apsanti Djokosujatno (Tera Indonesia)
- Pramoedya
Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra, Daniel
Mahendra, dkk (Penerbit Malka)
[Sumber:
Ensiklopedia Sastra Dunia]
Ambil yang baik sebagai inspirasi, buang yang buruk sebagai
pelajaran.
Sekian dan terima sayang,
Penulis Osya Oshin |
Post a Comment