Jalaluddin Rumi
Pada 1244, Rumi mengalami percerahan
spiritual setelah bertemu Tabriz. Ia serasa dilahirkan kembali dan mulai
mengerjakan sajak panjangnya, Matsnawi, yang terdiri dari 24.000
bait, pada usia 38 tahun. Karya terkenalnya yang lain adalah Diwan Syamsi
Tabriz. Puisi-puisi Rumi mengandung simbol-simbol mistis dan spiritual
dalam bahasa universal. Ia menjelajahi pencarian makna hidup dan kebutuhan
pamungkas jiwa manusia untuk menyatu dengan Tuhan.
Rumi kerap menggunakan kata ganti
“kau” dalam puisinya, tetapi ia kerap menyamarkan identitas “kau” itu. “Kau”
dalam puisinya bisa mengacu pada Tuhan, kekasih, atau bagian dari dirinya, atau
bahkan gabungan ketiganya. Oleh para pengikutnya, ia dipanggil “Maulana” yang
berarti “Guru kami”. Dalam ritual sufinya, selain menggunakan puisi, ia juga
menggunakan musik.
Dalam bahasa Persia, puisi kerap
dinyanyikan. Bagi Rumi, musik bisa digunakan sebagai bentuk zikir untuk
mengingat bahwa tiada Tuhan selain Allah –dalam bahasa Arab “La ilaha illa
Allah”. Rumi juga merupakan pendiri tarekat sufi Maulawiyah yang dikenal dengan
tarian sufi berputarnya (The Whirling Dervish). Tarekat ini berpusat di
Konya dan memiliki sekelompok pemusik dan penari yang kerap melakukan
perjalanan keliling dunia. Puisi-puisi Rumi telah diterjemahkan dalam berbagai
bahasa dan dikenal luas di berbagai penjuru bumi, termasuk di Indonesia. [Sumber:
Ensiklopedia Sastra Dunia]
Semoga bermanfaat
Sekian dan terima sayang,
Osya *_*
Post a Comment