Mohammad Iqbal
Mohammad Iqbal (1873-1938); penyair, filsuf, dan pemikir Islam terkemuka. Ia dilahirkan di
Punjab, 1873. Iqbal menyelesaikan kuliahnya di Lahore, mendapat gelar sarjana
untuk Sastra Inggris, Filsafat, dan Bahasa Arab. Puisi awal Iqbal, Chand
(Bulan), muncul di sebuah jurnal pada 1901 dan oleh praktisi dianggap
membuka jalan baru dalam khazanah sastra berbahasa Urdu. Tak lama kemudian, ia
dianggap bintang baru dalam sastra Urdu. Pada saat itu ia telah meraih gelar
master dalam bidang filsafat dan mengajar sebagai dosen di Lahore. Ia lalu
belajar di Eropa, mulanya di Inggris, lalu di Jerman, hingga meraih gelar
doktor filsafat. Selama tinggal di Eropa, ia bukan hanya rakus membaca, tetapi
juga menulis dan mengajar tentang Islam yang menambah populer namanya di
lingkaran sastra.
Iqbal kembali ke India pada 1908 dan
menjadi pengacara hingga 1934. Ia aktif dalam organisasi kaum muslim yang
berhaluan nasionalis dan karya-karyanya mendapat perhatian luas, antara lain
puisi epik Shikwa, Jawab-e-Shikwa, Tarana-e-Hind (Dirgahayu India),
dan Tarana-e-Milli (Dirgahayu Muslim) yang sering dibacakan pada
pertemuan kelompok-kelompok muslim di India.
Pecahnya Perang Balkan dan
Pertempuran Tripoli pada 1910 membuatnya menulis puisi-puisi yang menggambarkan
kegelisahan kaum muslim di India dan pandangan kritisnya terhadap Barat,
seperti Bilad-e-Islamia (Tanah Islam), Wataniat (Kebangsaan),
Muslim, Fatima Bint Abdulah (seorang perempuan yang terbunuh
dalam serangan di Cyrainca), Tahzib-e-Hazir (Peradaban Modern),
dan Huzoor-e-Risalat Maab Mein (Kehadiran Nabi yang Suci). Dalam
puisi-puisi ini Iqbal mengutuk perilaku para pemimpin muslim yang telah banyak
menyimpang dari tuntunan Nabi Muhammad.
Iqbal terguncang oleh meletusnya
Perang Dunia Kesatu dan prahara yang dihadapi umat Islam. Pada masa itu, ia
telah mencapai kematangan sebagai seorang penyair, pemikir, dan pengamat
sosial. Ia lalu menulis Khizr-e-Raah (Tuntunan) dan Bang-e-Dara
(1929, Lonceng Kafilah) yang menempatkannya dalam posisi terhormat
sebagai penyair terkemuka dunia. Iqbal lebih suka menulis dalam bahasa Persia
karena lingkar pembacanya lebih luas daripada bahasa Urdu yang hanya digunakan
kaum muslim India.
Karya-karyanya dalam bahasa Persia
adalah Asrar-e-Khudi (Rahasia Diri –telah diterjemahkan ke bahasa
Indonesia), Rumuz-e-Bekhudi (Misteri diri), Payam-e-Mashriq (Pesan
dari Timur), dan Javid Nama (Kidung Keabadian –telah
diterjemahkan ke bahasa Indonesia). Ia juga menulis buku klasik Reconstruction
of Religious Thoughts in Islam yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa,
termasuk bahasa Indonesia (diterjemahkan oleh Goenawan Mohamad, Ali Audah, dan
Taufiq Ismail).
Pada 1927, ia menjadi anggota
parlemen di Punjab. Pada 1930, ia terpilih sebagai ketua dalam konferensi
tahunan Liga Muslim India. Dalam sebuah pidatonya di Allahabad, Iqbal pertama
kali memperkenalkan gagasannya tentang Pakistan –sebuah negara muslim merdeka,
terpisah dari India. Iqbal wafat pada 21 April 1938, sebelum cita-citanya
tentang berdirinya Pakistan terwujud (Pakistan baru berdiri pada 1947). Selain
sejumlah terjemahan yang telah disebut di atas, puisi-puisi Iqbal
dipublikasikan secara luas dalam bahasa Indonesia, antara lain terkumpul dalam
buku Kumpulan Sajak Iqbal: Pesan kepada Bangsa-Bangsa Timur (1985). [Sumber:
Ensiklopedia Sastra Dunia]
Semoga menginspirasi.
Sekian dan terima sayang,
Osya *_*
Post a Comment