Gabriel Garcia Marquez: Kalimat Pertama Merupakan Laboratorium | Bullet-in Kobimo
Assamulaikum Wr. Wb
Hai Kobimois!!!
Saya ingin menyampaikan kabar duka dari dunia sastra dunia, Gabriel Garcia Marquez, penulis Kolombia dengan kisah-kisah cinta dan pengharapan yang membawa Amerika Latin ke kehidupan jutaan pembaca dan menaruh realisme magis ke peta sastra, meninggal dunia pada usia 87 tahun pada Kamis, 17 April 2014.Kematian Gabriel Garcia Marquez pada Kamis (17/4/2014) ditangisi di seluruh dunia.
Bagi orang-orang yang mengenal dia atau karyanya, Marquez dipuji sebagai raksasa sastra modern. Sepanjang hayatnya, Marquez menegaskan bahwa dia selalu adalah seorang wartawan.Marquez adalah penulis dari novel dan cerpen yang memabukkan, penuh dengan nuansa khas Amerika Latin, seperti takhayul, kekerasan, dan kesenjangan sosial. Dia secara luas dianggap sebagai penulis berbahasa Spanyol paling populer setelah Miguel de Cervantes yang hidup pada abad ke-17.
Cara Marquez bertutur tentang kehidupan sehari-hari membuat dia terkenal sebagai praktisi sastra realisme magis. Dia bisa menulis sebuah cerita fiksi dengan unsur fantastis, seperti ketika bertutur tentang anak laki-laki yang lahir dengan ekor babi atau seorang pria yang terseret awan kupu-kupu kuning.Dikenal oleh kawan dan penggemar sebagai "Gabo", Garcia Marquez adalah penulis Amerika Latin yang paling terkenal dan dicintai, dan buku-bukunya telah terjual puluhan juta kopi.
Meski telah menghasilkan cerita, esai dan beberapa novel pendek seperti "Leaf Storm" dan "No One Writes to the Colonel" pada 1950an dan awal 1960an, ia sempat kesulitan selama bertahun-tahun untuk menemukan suaranya sebagai noveli.Namun ia menemukannya secara dramatis dengan "One Hundred Years of Solitude," keberhasilan penerbitan instan pada 1967 yang disebut "Don Quixote Amerika Latin" oleh mendiang penulis Meksiko Carlos Fuentes.
Buku tersebut mengisahkan tujuh generasi keluarga Buendia dalam desa fiksi Macondo, berdasarkan kota Aracataca di pesisir Karibia tempat Garcia Marquez lahir pada 6 Maret 1927 dan dibesarkan oleh kakek dan neneknya dari pihak ibu.
Dalam novelnya “One Hundred Years of Solitude”, Marquez mengaku terinspirasi saat melihat seorang lelaki tua membawa anak untuk melihat es di pertunjukan sirkus. Begitulah, bagaimana peristiwa-peristiwa sehari-hari di depan mata, menjadi citra visual yang selanjutnya menjadi pemicu cerpen-cerpen dan novel-novel Marquez.
Dalam kepenulisannya, Marquez mengaku sangat memperhatikan kalimat pertama. Ia bahkan mengaku, seringkali menulis kalimat pertama lebih lama daripada menulis keseluruhan novel. “Sebab,” katanya, “Kalimat pertama bisa menjadi laboratorium untuk mengetes gaya, struktur dan bahkan panjangnya novel.”
Dengan cara seperti itulah, ia salah satu penulis yang memiliki kalimat pembuka novel yang indah. Perhatikan kalimat pertama dari “One Hundred Years of Solitude”:
“Bertahun-tahun kemudian, saat ia menghadapi sederet regu tembak, Kolonel Aureliano Buendia teringat sore yang jauh itu ketika ayahnya membawa dia untuk melihat es.”
Dari satu kalimat itu saja, struktur dan desain novel ini sudah terlihat. Itu novel yang berpusat (bisa dikatakan begitu) pada Kolonel Aureliano Buendia. Tapi ketika nongol kata “ayah”, itu juga menyiratkan ini kisah tentang keluarga. Tentang generasi sebelum dan setelahnya. Ketika disebut “sederet regu tembak”, kita sudah terbawa pada aroma perang. Ketika disebut “menemukan es”, kita diajak bicara tentang magisme, tentang penemuan-penemuan, tentang mimpi-mimpi. Kalimat pembuka yang dahsyat, bukan?Novel itu ditulis selama sekitar dua tahun.
Tapi ia konon memikirkannya sudah selama lima belas atau enam belas tahun, sebelum mulai duduk menghadapi mesin tik. Waaaaaaw!!!
Sering kali guru kita, WN Rahman mengingatkan dalam kelas latihannya untuk tidak menggunakan matahari dan konco-konconya sebagai kalimat pembuka. So, tulislah kalimat utama yang memikat dan memberikan kesan bagi pembaca.
Sekian. :D
20 April 2014
Yhati Melody
Post a Comment