Sebuah Lukisan I KCB Edisi 3 Juli 2014
Genre : Horror.
Koor : Agatha Vonilia Marcellina
Tokoh : Angel, Sinta, Antony, Andre, Markus.
Karya :
Agatha Vonilia Marcellina, Lisma Laurel, Agus Poer W, Aimi Mayla, Amelia Vitta
Lavella, Albertus Andi Shindunata, Nungi Oktav, dan Lela Agustina.
Editor :
Agatha Vonilia Marcellina dan Zahra Diyzha.
Sebuah Lukisan
Malam itu, di ruang tengah yang hanya diterangi lampu
redup dan sinar rembulan dari celah-celah jendela. Terlihat seorang
pemuda sedang menatap lukisan tua yang baru saja dibeli ayahnya dari Swiss. Nama pemuda itu Antony.
Sudah hampir duapuluh menit Antonius mengamati lukisan tersebut, dan ia semakin merasakan suatu kejanggalan.
“Hai …!” Antony terkesiap. Bukannya tidak
ada seorang pun di rumah ini. Dia mencoba mencari sumber suara tadi. Tidak ada
siapa-siapa. Kosong.
“Ah … Pasti aku salah
denger!” pikir Antony. Antony pun kembali melihat lukisan tersebut.
Betapa
terkejutnya Antony saat mendapati sesosok bayangan hitam menyerupai anak laki-laki
berdiri di samping lukisan tersebut. Seluruh tubuhnya tiba-tiba kaku. Nafasnya
pun tercekat seakan ada yang berusaha merasuki tubuhnya.
“To … long … To … long ...” Antony berusaha
berdiri. Mencoba menuruni tangga. Kembali bayangan hitam itu menyergap melalui
matanya. Antony jatuh tersungkur dan tidak sadarkan diri di lantai marmer yang
dingin.
Ting … Tong … Ting … Tong …
Teman-teman
Antony datang. Angel mencoba memencet bel berulang kali tetapi tidak ada
jawaban. Angel meraih gagang pintu.
Kriieeettt ....
Seperti
biasa pintu rumah Antony pasti menimbulkan decak bunyi yang membuat jantung dan
adrenalin semakin meningkat.
“Antony?!”
Angel langsung terkejut menemukan sahabatnya itu terkapar. "Antony,
bangun! Bangun!" Angel ketakutan dan bingung. Berharap teman-temannya
segera datang. Dia mencoba berbagai cara untuk membuat Antony sadar. Markus dan
Andre yang sejatinya berencana nonton bareng bersama Antony datang. Rasa cemas
Angel sedikit berkurang. Tapi…
"Markus! Andre! Masuk! Buruan! Antonius....
Antonius!" teriak Angel panik. Mereka tidak tahu bayangan hitam itu ada di
belakang mereka.
Markus
dan Andre segera masuk dan melihat keadaan Antoni.
“Ada apa dengan Antony Angel? Bagaimana Antony
bisa seperti ini?” Angel semakin panik. Apalagi dia tidak melihat Sinta.
“Sinta
mana? Sinta mana?!” Ketakutan mulai menguasai Angel kembali.
“Oh…
Iya, Sinta aku tinggal di luar sambil berjaga-jaga sih,” ujar Markus.
“Tenang
Angel. Tenang … Kalau kamu panik seperti ini malah akan membuat runyam
semuanya. Tenang. Sekarang kamu ceritakan dulu apa yang sebenarnya terjadi pada
kami,” Andre berusaha menenangkan Angel. Keadaan akan kacau kalau Angel tidak
juga tenang.
“Sebenarnya
ada apa sih? Rame banget dari tadi?” Sinta tiba-tiba muncul dan mengagetkan
semua.
Jari-jari
Antony mulai bergerak.
“Antony?”
“Angel,
aku di mana? Apa masih di rumah? Kalian… Bagaimana kalian bisa ngumpul di
sini?” tanya Antony penasaran.
“Aku
juga tak tau apa yang terjadi padamu, sesampainya di sini aku sudah
menemukanmu tak sadarkan diri,” jawab Angel dengan gemetar.
“Kita
kan sudah janjian nonton bareng. Masa lupa?” kata Markus.
Antony
ingat tentang janji itu. Dia ingat mengapa dirinya pingsan. Antony memandangi
lukisan dan bayangan anak laki-laki berdiri di samping lukisan. Tiba-tiba
bayangan itu berusaha merasuki raga Antony. Dia sesak napas dan tubuhnya kaku.
“Pergi!
Pergi kalian!” teriak Andre.
“Andre
tampaknya dipengaruhi oleh bayangan hitam itu,” celetuk Sinta.
Angel
berusaha menenangkan Andre. Kalau dibiarkan jiwa Andre akan terenggut oleh
bayangan tersebut. Angel harus berkomunikasi dengan bayangan anak kecil itu.
Sebenarnya sebelum masuk ke dalam rumah Antony, Angel merasakan hawa dingin
begitu menusuk. Tidak biasanya. Angel yakin hawa dingin dan bayangan yang
merasuki Antony dan Andreas berasal dari lukisan itu. Sinta selalu cuek. Di
antara mereka berlima memang dia
paling berani. Gadis pemberani.
“Tunggu
sebentar.” Markus terkesiap. “Ada apa dengan kakimu Antony? Hitam seperti terkena
sepuhan abu sembahyang.”
“Apa?
Apa? Kakiku?” tanya Antony.
Antony
merasa sisa-sisa bayangan tadi masih tertinggal di tubuhnya. Dia berusaha
menggerogoti tubuh Antony dan mengambil alih tubuhnya. Bayangan itu kini
menyerang Andre. Saat Antony berusaha menolong Andre, Antony melihat sebuah
bayangan lagi di depan lukisan ayahnya.
“Angel.
Angel. Kau lihat sebuah bayangan di depan lukisan ayah? Bertubuh besar tampak
mengerikan,” tambah Markus.
“Bayangan
hitam bertubuh besar itu tetap berjaga di depan lukisan itu. Ayo...! Kita harus
segera pergi dari sini....!" teriak Angel.
Tiba-tiba
Antony kembali pingsan. Andre pun lenyap entah ke mana. Sinta berusaha menolong
Antony memindahkannya di atas sofa. Sinta berinisiatif membakar lukisan pembawa
masalah itu.
“Mungkin
kita bakar saja lukisan itu,dengan itu mungkin bayangan yang merasuki Antony
dan Andre bisa keluar,” ucap Sinta.
“Percuma
…” seru Angel. “Maksudmu?” tanya Sinta penasaran.
“Lukisan
itu tak bisa dibakar, meskipun dibakar pasti akan kembali lagi seperti sedia
kala.”
“Lukisan
ini telah mengurung jiwa dari bayangan seorang anak laki-laki kecil dan
sekaligus penjaganya,” Angel mencoba masuk ke dalam lukisan ayah Antony.
Menyusup ke dalam kehidupan pemilik lukisan sebelumnya. Tepat seperti dugaan
Angel. Anak laki-laki itu adalah pemilik lukisan. Dia tersenyum sambil
mendekati Angel. Semakin lama semakin jelas bentuk bayangannya. Dia…
“Hahahaahahahaaaa”
“Andre!
Sadar!”
“Kalian
pergi dari sini!”
“Antony!
Sadar! Sadar!” Sinta berusaha menghalau Antony yang ingin mencekik leher Angel.
“Kalian
semua bodoh. Kalian pasti akan kubawa. Aku nggak ada teman bermain. Jadi,
kalian semua harus menjadi temanku. Kalian senang kan? Hikss… Hikss…”
“Kau…
Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana dirimu mati terbunuh? Tolong jelaskan.
Aku akan membantumu,” Angel berusaha berkomunikasi dengannya sambil melepaskan
tangan Antony.
“Aku
adalah anak hasil hubungan gelap. Tidak ada yang mengakui aku sebagai anak. Aku
dikucilkan dan dijadikan buruh oleh kedua orangtuaku. Singkat kata, aku
diracuni. Mereka menginginkan asuransi kematianku sebagai jaminan di bank. Pada
saat itu, perusahaan papa bangkrut. Penjaga dan sekaligus pengasuh tetap setia
bersamaku hingga sekarang.”
“Kalian
semua harus ikut bersamanya!” teriak Andre bersemangat.
“Angel,
kau mencintaiku kan? Anggap saja dia adalah anak kita. Aku janji tidak akan
membunuhmu. Angel!”
Angel,
Sinta dan Markus. Mereka terkepung.
“Bagaimana
ini? Kita harus keluar dari rumah ini?” ujar Sinta.
“Ada
satu cara. Kalian harus mempercayaiku.”
Sinta
dan Markus tidak punya pilihan lain. Anggukkan kepala. Tanda bahwa mereka
percaya kepada Angel.
“Dengarkan
aku. Kita harus bergandengan tangan. Tutup mata kalian. Saat aku bilang lari.
Kalian harus lari dan jangan sampai pegangan ini terlepas apapun yang terjadi.
Fokus.”
Semakin
lama mereka semakin terdesak.
“Lari!”
*
“Hai
… Angel! Gimana keadaanmu?” sapa Markus.
“Hai
… Markus. Sinta. Kalian baik-baik saja kan?” jawab Angel.
“Ya
… Kami baik-baik saja,” jawab Sinta.
“Lukisan
yang mengerikan. Antony dan Andre telah menjadi teman bermain mereka. Untung
saja kita bisa kabur. Terima kasih Angel.”
“Sama-sama.
Bentar lagi adikku ke sini. Dia pengin ketemu kamu. Dia ngefans berat sama
cerpenmu. Nah… Itu dia! Sini … Sini …”
“Kita
bertemu lagi Angel …” Anak itu tersenyum menyeringai kepada Angel.
“Kau
… Lukisan itu?”
-selesai-
Hadir kak,belom baca sih,ntar deh kalo ada waktu,save pages dulu :)
ReplyDeletekakak jangan lupa follow blognya yah :)
Deletehey kak Agus, jangan lupa follow blognya dong :)
ReplyDelete